Rabu, 28 Juli 2010

Obama Diadili Soal Perang Afghan­istan

Sumber: http://metronews.fajar.co.id/read/99897/33/obama-diadili-soal-perang-afghan%C2%ADistan

JAKARTA--Bocornya dokumen perang Afghanistan meningkatkan tekanan atas Presiden AS Barack Obama mencari alasan mempertahankan strategi militernya, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Lampiran lebih dari 91 ribu dokumen rahasia itu dipajang di situs internet WikiLeaks, men­jelang sidang Kongres membahas pendanaan perang Afghanistan dan saat Obama dalam penga­wasan Kongres.

Kebocoran itu mengancam ma­kin dalamnya keraguan dalam ne­geri atas perang ini. Apalagi da­lam jajak pendapat, mayoritas rakyat Amerika tidak lagi ber­ang­gapan perang ini layak diper­ju­angkan. Komunitas inter­na­si­onal juga mempertanyakan ke­mam­puan Washington me­lin­dungi rahasia militernya.

Situasi ini akan menguatkan po­sisi kubu anti-perang di Kong­res. Obama harus menemukan ca­ra meya­kin­kan Kongres dan rak­yat bahwa strategi perangnya tetap di jalur yang benar. Desem­ber 2009, Obama memutuskan pe­nam­bahan tentara AS di Af­ghanistan karena bangkitnya Taliban.

Di Kongres, para anggota de­wan buru-buru merencanakan voting atas Undang-undang pen­danaan perang, Selasa (27/7) wak­tu setempat. Panel Senat juga di­bentuk untuk melakukan de­ngar pendapat atas penunjukan Oba­ma terhadap Jenderal James N Mattis sebagai pemimpin ko­mando pusat militer AS, yang mengawasi ope­rasi militer di Afghanistan.

Juru bicara Gedung Putih Ro­bert Gibbs mengomentari kebo­coran dokumen dari WikiLeaks yang memberikan akses khusus ke New York Times, surat kabar Inggris The Guardian, dan ma­ja­lah Jerman Der Spiegel.

“Kami berada di kawasan ini (Af­ghanistan) karena apa yang ter­jadi pada 11 September. Kami me­mastikan tidak ada tempat aman bagi perencana serangan. Itulah mengapa kami di sana dan itulah mengapa kami akan terus mema­jukan kerja sama ini,” jelas Gibbs.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS P.J. Crowley berargumen, ada dinamika baru dalam hu­bu­ngan AS dengan Afghanistan dan Pakistan sejak kebocoran doku­men itu. Namun, dia mengakui AS tetap memperhatikan kele­ma­han dalam hubungan, termasuk masa­lah ko­rupsi dalam peme­rin­tahan Afgha­nistan. “Dokumen-do­kumen ini menyoroti isu yang telah lama kami ketahui,” kata Crowley.

Menurut Crowley, tidak jelas apakah kebocoran ini ber­hu­bu­ngan dengan analis intelijen mi­liter AS yang disandera di Ku­wait, dengan tuduhan salah me­nangani informasi terklasifikasi di komputer militer di Baghdad, Irak. Militer telah menahan Brad­ley Manning, bekas analis in­te­lijen militer di Baghdad, dengan tu­­duhan mentransmisi informasi.

Juru bicara Kementerian Perta­hanan AS Kolonel Dave Lapan me­nambahkan, perlu berhari-hari atau berpekan-pekan untuk me­nentukan kerugian potensial atas kebocoran itu. Menurut Lapan, dokumen-dokumen yang dirilis WikiLeaks bisa datang dari sia­papun di tingkat rahasia.

Kebanyakan anggota parlemen AS menyayangkan pengung­ka­pan dokumen rahasia ini. “Se­se­orang secara sengaja atau tidak, memberi daftar musuh barunya kepada Taliban,” ujar anggota DPR dari Partai Demokrat Jane Harman.

Senator Demokrat dari Mas­sa­chusetts John Kerry, yang juga Ketua Komite Senat untuk Hu­bungan Luar Negeri mengatakan, dokumen-dokumen tersebut me­nimbulkan pertanyaan tentang apakah AS menerapkan kebi­ja­kan realistis dengan Af­gha­nistan dan Pakistan.

Meski membuat he­boh, infor­masi dokumen rahasia tidak secara fundamental mem­bong­kar masa­lah baru dalam pe­rang. Pejabat militer, baik bekas atau yang masih aktif, meng­gam­bar­kan dokumen masih terdapat ke­­salahan-kesa­lahan dan mudah dipatahkan.

Namun, seorang analis Ame­ri­ka mengatakan laporan terkait in­telijen Pakistan yang “cincai” dengan Ta­liban, kemungkinan benar. “Sa­ya pikir pemerintah be­lum per­nah mencoba mengen­dalikan dinas intelijennya tapi mereka sudah menyerah,” kata Direktur Institut Studi Diplomasi di George­town University Paula R. Newberg.

Pendiri WikiLeaks Julian As­sange mengatakan, peng­ung­ka­pan dokumen tersebut hanya awal. Kepada wartawan di Lon­don Assange mengatakan, 15 ribu lagi arsip tentang Afghanistan sedang diperiksa. Rilis Wi­ki­Leaks, Minggu (25/7), meliputi arsip laporan perang yang diisi ber­bagai unit militer dalam pe­riode 2004-2009.(RMO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar