Sumber: http://metronews.fajar.co.id/read/99897/33/obama-diadili-soal-perang-afghan%C2%ADistan
JAKARTA--Bocornya dokumen perang Afghanistan meningkatkan tekanan atas Presiden AS Barack Obama mencari alasan mempertahankan strategi militernya, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Lampiran lebih dari 91 ribu dokumen rahasia itu dipajang di situs internet WikiLeaks, menjelang sidang Kongres membahas pendanaan perang Afghanistan dan saat Obama dalam pengawasan Kongres.
Kebocoran itu mengancam makin dalamnya keraguan dalam negeri atas perang ini. Apalagi dalam jajak pendapat, mayoritas rakyat Amerika tidak lagi beranggapan perang ini layak diperjuangkan. Komunitas internasional juga mempertanyakan kemampuan Washington melindungi rahasia militernya.
Situasi ini akan menguatkan posisi kubu anti-perang di Kongres. Obama harus menemukan cara meyakinkan Kongres dan rakyat bahwa strategi perangnya tetap di jalur yang benar. Desember 2009, Obama memutuskan penambahan tentara AS di Afghanistan karena bangkitnya Taliban.
Di Kongres, para anggota dewan buru-buru merencanakan voting atas Undang-undang pendanaan perang, Selasa (27/7) waktu setempat. Panel Senat juga dibentuk untuk melakukan dengar pendapat atas penunjukan Obama terhadap Jenderal James N Mattis sebagai pemimpin komando pusat militer AS, yang mengawasi operasi militer di Afghanistan.
Juru bicara Gedung Putih Robert Gibbs mengomentari kebocoran dokumen dari WikiLeaks yang memberikan akses khusus ke New York Times, surat kabar Inggris The Guardian, dan majalah Jerman Der Spiegel.
“Kami berada di kawasan ini (Afghanistan) karena apa yang terjadi pada 11 September. Kami memastikan tidak ada tempat aman bagi perencana serangan. Itulah mengapa kami di sana dan itulah mengapa kami akan terus memajukan kerja sama ini,” jelas Gibbs.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS P.J. Crowley berargumen, ada dinamika baru dalam hubungan AS dengan Afghanistan dan Pakistan sejak kebocoran dokumen itu. Namun, dia mengakui AS tetap memperhatikan kelemahan dalam hubungan, termasuk masalah korupsi dalam pemerintahan Afghanistan. “Dokumen-dokumen ini menyoroti isu yang telah lama kami ketahui,” kata Crowley.
Menurut Crowley, tidak jelas apakah kebocoran ini berhubungan dengan analis intelijen militer AS yang disandera di Kuwait, dengan tuduhan salah menangani informasi terklasifikasi di komputer militer di Baghdad, Irak. Militer telah menahan Bradley Manning, bekas analis intelijen militer di Baghdad, dengan tuduhan mentransmisi informasi.
Juru bicara Kementerian Pertahanan AS Kolonel Dave Lapan menambahkan, perlu berhari-hari atau berpekan-pekan untuk menentukan kerugian potensial atas kebocoran itu. Menurut Lapan, dokumen-dokumen yang dirilis WikiLeaks bisa datang dari siapapun di tingkat rahasia.
Kebanyakan anggota parlemen AS menyayangkan pengungkapan dokumen rahasia ini. “Seseorang secara sengaja atau tidak, memberi daftar musuh barunya kepada Taliban,” ujar anggota DPR dari Partai Demokrat Jane Harman.
Senator Demokrat dari Massachusetts John Kerry, yang juga Ketua Komite Senat untuk Hubungan Luar Negeri mengatakan, dokumen-dokumen tersebut menimbulkan pertanyaan tentang apakah AS menerapkan kebijakan realistis dengan Afghanistan dan Pakistan.
Meski membuat heboh, informasi dokumen rahasia tidak secara fundamental membongkar masalah baru dalam perang. Pejabat militer, baik bekas atau yang masih aktif, menggambarkan dokumen masih terdapat kesalahan-kesalahan dan mudah dipatahkan.
Namun, seorang analis Amerika mengatakan laporan terkait intelijen Pakistan yang “cincai” dengan Taliban, kemungkinan benar. “Saya pikir pemerintah belum pernah mencoba mengendalikan dinas intelijennya tapi mereka sudah menyerah,” kata Direktur Institut Studi Diplomasi di Georgetown University Paula R. Newberg.
Pendiri WikiLeaks Julian Assange mengatakan, pengungkapan dokumen tersebut hanya awal. Kepada wartawan di London Assange mengatakan, 15 ribu lagi arsip tentang Afghanistan sedang diperiksa. Rilis WikiLeaks, Minggu (25/7), meliputi arsip laporan perang yang diisi berbagai unit militer dalam periode 2004-2009.(RMO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar