Sumber:http://egiyakuza.blogspot.com/2009/06/perubahan-perilaku-masyarakat-terhadap.html
Rabu, 10 Juni 2009
1. Latar Belakang
Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.
Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti kecerdasan manusia.
Dalam kacamata kaum determinist, teknologi merupakan elemen penting yang menjadi pangkal dari perubahan sosial. Teknologi dilihat sebagai kekuatan sosial dari luar yang masuk (atau dimasukkan) ke dalam situasi sosial tertentu dan mengakibatkan efek perubahan beruntun. Meskipun dalam kenyataan tak selamanya begitu. Sebagaimana yang terjadi di India ketika para petani di sana dikenalkan pada teknologi televisi dalam rangka difusi-inovasi teknologi pertanian (Rogers, 1982:80).
Teknologi merupakan hasil dari survival masyarakat terhadap kehidupannya, teknologi bertujuan untuk dapat membantu dalam menunjang kehidupan masyarakat untuk lebih efisien. Penemuan-penemuan teknologi selalu berkembang dan melahirkan berbagai macam teknologi lainya. Kelahiran teknologi-teknologi telah melahirkan pula teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi. Temuan-temuan ini didasarkan atas kebutuhan manusia akan informasi. Kata informasi itu sendiri berasal dari kata Perancis kuno informacion (tahun 1387) yang diambil dari bahasa latin informationem yang berarti “garis besar, konsep, ide”. Informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktifitas dalam “pengetahuan yang dikomunikasikan”. (Online Etymology Dictionary: Information)
Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti bergantung pada konteksnya, dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran, representasi, dan rangsangan mental. (American Heritage Dictionary: Information)
Informasi itu sendiri merupakan penyampaian terhadap suatu pesan agar orang yang dituju dapat mengerti isi pesan tersebut. Pesan-pesan tersebut bisa mengandung berbagai macam hal, secara pasti pesan tersebut akan memberikan pengetahuan bagi orang lain. Maka dari itu informasi dikemas dalam berbagai bentuk agar dapat mudah dipahami oleh setiap orang, dengan kemasan-kemasan tersebut maka munculah teknologi-teknologi yang menunjang penyampain informasi dalam bentuk yang lebih modern serta efisien. Teknologi informasi pun berkembang hingga saat ini, dari mulai surat, telegram, radio, hingga berkembang menjadi handphone, internet, e-mail, televisi, dan sebagainya.
“Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.”
(UU RI No.11 Tahun 2008, tentang Informasi dan transaksi Elektronik)
Deskripsi tentang teknologi informasi tersebut dijelaskan dalam UU ITE, dalam undang-undang tersebut pemerintah menjelaskan bahwa teknologi informasi merupakan sebuah teknik modern untuk mengemas informasi ke dalam suatu bentuk, dan informasi tersebut bisa disimpan maupun disebarkan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan-perubahan dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya pada suatu masyarakat. Perkembangan teknologi informasi pun secara signifikan mendorong perubahan aspek-aspek tersebut dengan sedemikian cepatnya. Saat ini teknologi informasi dianalogikan sebagai pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat untuk melawan hukum.
Penelitian ini mengkaji tentang internet, karena internet merupakan salah satu wujud dalam teknologi informasi. Secara harfiah, internet (kependekan daripada perkataan 'interconnected-networking') ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol). Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara menghubungkan rangkaian dengan kaedah ini dinamakan internetworking. (http://id.wikipedia.org/wiki/Internet). Internet saat ini berkembang sangat besar, jumlah penggunanya pun menjadi tinggi ini terlihat pada statistic tentang pengguna internet saat ini.
Dilihat dari statistik yang dilansir oleh www.internetworldstats.com tersebut angka pengguna internet pada tahun 2008 mencapai 1,463,632,361. Jika dilihat di asia saat ini Indonesia ternyata duduk diperingkat kelima dengan jumlah pengguna mencapai 25 juta penduduk. Terlihat pada statistic dibawah ini :
Asia Top Internet Countries
Dari Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang ini maka telah mewujudkan suatu budaya masal yaitu budaya internet. Karena Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran (decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara ekstrim.
Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce. Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government. Serta komunikasi antar individu menjadi lebih efisien, karena banyaknya situs-situs yang memuat tentang jaringan social. Seperti facebook, friendster, live connector, dsbnya. Dari jaringan-jaringan tersebut maka timbulah interaksi-interaksi yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu interaksi secara nyata (offline) dan interaksi secara maya yaitu (online). Interaksi secara offline membutuhkan interaksi yang secara fisik sedangkan interaksi secara online hanya berhubung pada interaksi dalam dunia maya (cyberspace). Didalam cyberspace inilah orang tidak perlu melakukan interaksi secara fisik. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Davis (dalam Abrar, 2003 ; 17), bahwa perkembangan teknologi dewasa ini memungkinkan orang untuk berhubungan satu dengan yang lainya tanpa melakukan kontak/interaksi fisik. Dengan demikian hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak/interaksi.
Salah satu perbedaan signifikan antara komunikasi di dunia nyata dengan dunia maya (cyberspace) adalah media yang digunakan, sehingga setiap komunikasi dan aktivitas melalui teknologi informasi (internet, telephon, televisi, dsbnya) akan memiliki dampak bagi kehidupan manusia dalam dunia nyata, misalnya melalui transfer data, melalui distribusi informasi, atau dapat diaksesnya informasi dan dokumentasi elektronik. Dampak tersebut bisa saja berubah menjadi dampak yang negative serta berpengaruh pada aflikasi di dunia nyata. Di dalam dunia maya ada suatu tempat yang memungkinkan orang-orang dari seluruh dunia berbicara/bercakap-cakap satu sama lain serta bertukar/berkirim surat elektronik (e-mail), tempat tersebut lebih dikenal sebagai WELL (whole earth ‘Lectronik Link). Karena internet merupakan sebuah media interaktif 1. didalam cyberspace tersebut banyak sekali informasi-informasi yang bisa didapat oleh setiap individu-individu, informasi tersebut pun bisa berdampak negative dan bisa teraplikasi didalam dunia nyata yang bisa mengakibatkan pelanggaran hukum serta perubahan moral yang buruk.
Adanya perkembangan teknologi tersebut maka akan mempengaruhi budaya (culture) yang ada pada masyarakat, sehingga ketika terjadi suatu perubahan dalam masyarakat maka hal ini akan mempengaruhi terhadap pola pikir serta moral masyarakat. Dalam hal ini maka hukumlah yang sangat berperan dalam mengatur pola perilaku masyarakat, seperti pernyataan ubi soceitas ibi ius (di mana ada masyarakat maka disitulah ada hukum).
Dengan berkembangnya teknologi Informasi maka munculah hukum baru yang lebih dikenal dengan sebutan hukum siber (cyber law) atau hukum telematika. Hukum siber tersebut, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lainya yang juga digunakan dalam teknologi informasi adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Saat ini banyak muncul kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi, baik dalam lingkup lokal maupun secara global (Internet). Pemanfaatan teknologi informasi tersebut berbasis sistem komputer, yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya. dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik2.
Maka dari itu hukum sangat berperan penting dalam permasalahan ini, karena hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu
· Sarana pengendalian masyarakat (a tool of social control),
· Sarana pemelihara masyarakat (a tool of social maintenance),
· Sarana untuk menyelesaikan konflik (a tool of dispute settlement),
· Sarana pembaharuan / alat merekayasa masyarakat (a tool of social engineering, Roscoe Pound).
Berawal dari fungsi-fungsi hukum tersebut pemerintah mempunyai peranan sebagai penjamin kepastian hukum pada sarana pemanfaatan teknologi yang modern. Karena besarnya kemampuan yang dimiliki dunia internet, bermacam-macam bentuk kejahatan dan penyimpangan fungsi terjadi. Oleh karena itu disusunlah sebuah peraturan yang membatasi pergerakan para 'penjahat internet' sekaligus untuk memberikan rasa aman pada pengguna internet lainnya. Dengan banyaknya jenis layanan informasi yang disediakan oleh dunia internet, bentuk-bentuk kejahatan maupun tindakan-tindakan amoral dalam kemasan baru pun lahir. Hal ini memang tidak dapat dibendung karena banyaknya kepentingan yang dimuat dalam Internet. Selanjutnya akan digambarkan kejahatan maupun tindakan amoral yang paling banyak ditemui saat surfing dalam dunia internet.
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Untuk itu Anda harus hati-hati jangan masuk ke dalam area tersebut karena hal itu tidak baik dan akan merugikan Anda. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis homepage yang dapat diakses. Karena segi bisnis dan isi pada dunia Internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat menjual situs mereka. Internet pun tidak luput dari serangan para penipu, yang menggunakan sarana-sarana dalam internet. Didalam dunia internet ada yang dinamakan dengan Netiquette , ini merupakan Etika dalam menggunakan Internet. Internet sebagai sebuah kumpulan komunitas, diperlukan aturan yang akan menjadi acuan orang-orang sebagai pengguna Internet, dimana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas Internet. Sebenarnya Nettiquette in adalah hal yang umum dan biasa, sama hal nya dengan aturan-aturan biasa ketika kita memasuki komunitas umum dimana informasi sangat banyak dan terbuka.
Beberapa aturan yang ada pada Nettiquete ini adalah:
1. Amankan dulu diri anda, maksudnya adalah amankan semua properti anda, mungkin dapat dimulai dari mengamankan komputer anda, dengan memasang anti virus atau personal firewall
2. Jangan terlalu mudah percaya dengan Internet, sehingga anda dengan mudah mengupload data pribadi anda. ada baiknya anda harus betul-betul yakin bahwa alamat URL yang anda tuju adalah dijamin keamanannya.
3. dan yang paling utama adalah, hargai pengguna lain di internet, caranya sederhana yaitu,:
a. Jangan biasakan menggunakan informasi secara sembarangan, misalnya plagiat.
b. Jangan berusaha untuk mengambil keuntungan secara ilegal dari Internet, misalnya melakukan kejahatan pencurian nomor kartu kredit
c. Jangan berusaha mengganggu privasi orang lain, dengan mencoba mencuri informasi yang sebenarnya terbatas.
d. Jangan menggunakan huruf kapital terlalu banyak, karena menyerupai kegiatan teriak-teriak pada komunitas sesungguhnya.
Aturan etika tersebut sebenarnya hadir menjadi sebuah etika yang tidak ditetapkan, namun aturanya menjadi sebuah nilai etika bagi pengguna internet itu sendiri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Netiquette)
Kegiatan melalui media sistem elektronik atau disebut juga dengan ruang siber (cyber space) ini bersifat virtual namun dalam implementasinya dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja, sebab jika cara ini yang ditempuh maka akan terlalu banyak kesulitan-kesulitan dan memungkinan hal ini dapat lolos dari pemberlakuan hukum yang di terapkan dalam KUHP. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Karena timbulnya tindakan kejahatan siber (cyber crime) dalam dunia teknologi informasi itulah yang mengharuskan pemerintah membuat suatu hukum baru.
Dengan adanya berbagai permasalahan tersebut maka pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Di dalam undang-undang ITE tersebut membahas seputar teknologi informasi serta pengaturan-pengaturannya. Pemerintah berharap dengan diberlakukannya undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik tersebut maka akan dapat berkembang secara optimal bagi pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi. Jika berdasarkan dari UU ITE, maka banyak hal yang dianggap melawan hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi.
Di dalam UU ITE ada beberapa pasal yang menjerat tentang perbuatan yang dilarang oleh undang-undang tersebut, pasal tersebut ada pada pasal 27 sampai dengan pasal 37. Serta pasal 45 sampai dengan pasal 52 yang membahas tentang ketentuan pidananya (sanksi hukumnya). Merujuk pada pasal-pasal yang ditentukan oleh pemerintah tersebut, maka dengan ini diharapkan masyarakat pengguna teknologi informasi (internet) mempergunakan teknologi informasi (internet) tersebut menjadi lebih efektif dan bermanfaat positif. Dengan adanya UU tersebut maka masyarakat pengguna teknologi informasi (internet) perlu beradaptasi dengan undang-undang ini, agar tidak terjerat dengan perlawanan terhadap hukum. Karena menurut fungsi hukum itu sendiri, bahwa hukum perlu mengendalikan serta mengatur sikap masyarakat terhadap pemakaian teknologi informasi (internet) yang berdampak negatif.
Namun karena pemberlakuan undang-undang no.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik ini masih dinilai baru, perlu sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang isi serta pemahaman-pemahaman dari UU ITE tersebut. Hal ini terbukti pada contoh kasus yang ada saat ini tentang pelanggaran pada UU ITE. Kasus tentang ibu Prita Mulyasari, beliau ditangkap karena terjerat tindak pidana dalam UU ITE Pasal 27 ayat 3 yang berisi : "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik", dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun.
Ibu Prita Mulyasari terbukti telah melakukan pencemaran nama baik kepada RS OMNI Internasional Tangerang, terkait dengan surat elektronik (e-mail) yang berisi tentang keluhan Ibu Prita pada rumah sakit tersebut atas malpraktek yang ibu Prita dapatkan. Surat elektronik tersebut tersebar di dalam dunia maya. Menurut beliau dalam sebuah talkshow TVONE (3/06), beliau tidak tahu tentang tindak pidana yang ada pada isi UU ITE, beliau hanya mengirimkan surat elektronik tersebut kepada teman-temanya saja tanpa mengetahui tindakanya adalah melawan hukum, namun surat tersebut tersebar di blog-blog serta di situs-situs jaringan sosial.
Dari contoh diatas terlihat jelas bahwa sosialisasi tentang isi dalam UU ITE masih belum maksimal dilakukan oleh pemerintah, namun jika saya lihat dari kasus tersebut berart para pengguna internet harus serba hati-hati dalam pemakaiannya terhadap internet.
2. Rumusan masalah
Perkembangan teknologi dikatakan mempengaruhi perubahan terhadap aspek sosial, budaya, serta ekonomi, begitu juga dengan teknologi informasi. Perubahan-perubahan tersebut ikut juga mempengaruhi perubahan perilaku tiap-tiap individu. Namun agar perubahan perilaku serta kultur tersebut tetap dalam keadaan seimbang serta bernilai positif, maka perlu ada payung hukum yang mengatur keseimbangan tersebut. Dengan adanya hukum (UU ITE No.11 tahun 2008) yang menaungi perubahan tersebut maka akan berdampak pula pada perubahan perilaku pada pemanfaatan/pemakaian teknologi informasi.
Dari pernyataan tersebut maka penelitian ini melahirkan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa saja sosialisasi yang sudah dilakukan pemerintah tentang isi UU ITE ini kepada masyarakat?
2. Sejauh mana masyarakat pengguna internet mengetahui tentang UU ITE?
3. Bagaimana perubahan perilaku yang terjadi pada masyarakat terhadap pemakaian internet pasca diberlakukanya UU ITE?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian atas pokok bahasan ini, diharapkan dapat mendeskripsikan tentang peran-peran yang sudah dilakukan pemerintah terhadap sosialisasi UU ITE pada masyarakat pengguna internet, serta mendeskripsikan seberapa jauh masyarakat mengenal UU ITE. Jika kedua hal tersebut telah ditemukan maka akan memperjelas tujuan penelitian selanjutnya adalah mendeskripsikan tentang perubahan perilaku masyarakat terhadap pemakaian internet setelah pemerintah memberlakukan UU ITE di Indonesia.
4. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini :
· Secara teoritis : diharapkan memberikan wawasan pengetahuan tentang perubahan perilaku terhadap pemakaian teknologi informasi (internet) setelah pemerintah memberlakukan undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elekronika baik berupa perilaku negative maupun positif.
· Secara praktis : diharapkan memberikan pengetahuan bagi pemerintah terhadap perilaku pengguna teknologi informasi, guna mencapai penyempurnaan UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE serta memberikan cara mensosialisasikan undang-undang tersebut kepada masyarakat.
5. Tinjauan Pustaka
5.1 Teknologi Informasi dan Komunikasi telah membawa perubahan dalam aspek kehidupan masyarakat.
Masyarakat semakin terbuka dengan dunia luar sehingga kehidupan dari luar dengan mudah dapat disaksikan dan diketahui oleh masyarakat. Arah perkembangan kehidupan yang demikian dengan sendirinya turut mengubah sistem nilai budaya masyarakat. Gagasan-gagasan baru yang muncul sebagai dampak kemajuan teknologi informasi turut mengubah kehidupan bangsa, sehingga masyarakat terkesan lebih matrealistis dan egoistis. (Sairin, 2002 ; 9).
Arus-arus informasi yang terjadi di dalam dunia maya, tiap detiknya selalu dikonsumsi oleh para pengguna internet. Arus-arus informasi tersebut bisa memberikan ilmu pengetahuan yang bersifat positif maupun negatif. Dari informasi-informasi tersebut tiap-tiap individu menginterprestasikan secara berbeda. Informasi tersebut bisa diserap dalam kehidupan dunia nyata, yang membentuk perubahan-perubahan perilaku tiap individu. Jika hal ini mengeneralisasikan pada kehidupan masyarakat, maka akan terjadi suatu perubahan terhadap pola kehidupan serta nilai terhadap sistem budaya masyarakat. Seperti yang di kemukakan oleh Sairin kecenderungan-kecenderungan ini bisa berdampak negatif yang menjadikan suatu masyarakat menjadi lebih matrealistis dan egoistis dalam bersosialisasi.
Teknologi informasi pun menjadi sesuatu yang merugikan bagi beberapa masyarakat, maka dari itu kemajuan teknologi informasi dapat juga menghasilkan suatu reaksi negative berupa serangan balik yaitu sikap anti teknologi (Nasution, 1989 ; 119). Hal ini terlihat seperti sekarang ini di Indonesia, yang cenderung ketimuran. Salah satu organisasi sosial dengan berbasis budaya Islam, yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa terhadap satu jaringan sosial di dunia maya yang dikenal dengan facebook. Hal ini dianggap menghilangkan budaya-budaya ketimuran yang memperlihatkan interaksi sosial secara fisik, serta jaringan sosial ini dianggap memberikan nilai-nilai buruk bagi masyarakat.
Akan tetapi teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya memberikan hal yang berdampak negatif. Teknologi komunikasi merupakan suatu alat untuk menambah kemampuan orang berkomunikasi, yang memungkinkan terjadinya :
· Hubungan antar individu di daerah/Negara lain dengan cepat.
· Penyaluaran aspirasi dan ekspresi yang menjadikan setiap orang akrab satu sama lain.
· Memberikan kemudahan untuk mengakses hasil-hasil kebudayaan yang muncul di berbagai daerah/Negara.
· Peningkatan partisipasi mereka dalam kehidupan social-politik yang menyangkut seluruh daerah/Negara.
(Abran, 2003 : 1-10)
Teknologi informasi bisa memberikan nilai-nilai positif bagi masyarakat. Ketika kita membuka situs google maka kita dapat mengakses berbagai informasi yang bisa kita cari guna memberikan pengetahuan bagi kita. Pengetahuan-pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
5.2 Hukum dan perubahan sosial.
Hukum merupakan perwujudan dari suatu dorongan tertentu, yang menimbulkan perilaku tertentu pula. Dengan demikian, maka mereka mengartikan hukum sebagai perilaku, yakni perilaku yang teratur ataupun pola perilaku. (Soerjono Soekanto, 1984 ; 164)
Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan, baik kekuasaan yang absolute maupun oleh orang/lembaga yang mempunyai wewenang. Ketika ada suatu pelencengan perilaku dalam sebuah kekuasaan, maka si pemegang kekuasaan akan membuat/memberlakukan suatu hukum. Dibentuknya suatu hukum dikarenakan adanya dorongan dari berbagai aspek. Seperti penelitian yang ditujukan ini. Teknologi yang menyebabkan adanya perilaku-perilaku baru yang dianggap merugikan di Indonesia. Maka dari itu lembaga pemegang wewenang yaitu DPR RI membuat suatu hukum baru yang mencakup akan perilaku-perilaku baru tersebut, yaitu dengan dibuatnya UU ITE No.11 tahun 2008.
Proses terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat di dunia pada dewasa ini merupakan suatu gejala yang normal yang pengaruhnya menjalar dengan cepat kebagian-bagian lain dari dunia, antara lain berkat adanya komunikasi modern dengan taraf teknologi yang berkembang dengan pesatnya. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, terjadi suatu revolusi, modernisasi pendidikan dan lain-lain kejadian yang di suatu tempat dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat-masyarakat lain yang bertempat tinggal jauh dari pusta terjadinya peristiwa tersebut di atas. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku, organisasi, struktur lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Para sarjana sosiologi pernah mengadakan suatu klasifikasi antara masyarakat yang statis dengan masyarakat yang dinamis. Masyarakat yang statis dimaksudkan sebagai suatu masyarakat dimana terjadinya perubahan-perubahan secara relatif sedikit sekali, sedangkan perubahan-perubahan tadi berjalan dengan lambat. Masyarakat yang dinamis merupakan masyarakat yang mengalami pelbagai perubahan-perubahan yang cepat. Memang, setiap masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis, sedangkan pada masa lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis. Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan belaka, akan tetapi dapat pula berarti suatu kemunduran dari masyarakat yang berangkutan yang menyangkut bidang-bidang tertentu. (Artikel Muliadi Nur: Hukum dan perubahan sosial)
Sebagai suatu pedoman menurut Selo Soemardjan (1962:379), bahwa kiranya dapatlah dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dari perumusan tersebut kiranya menjadi jelas bahwa tekanan diletakkan pada lembaga-lembaga sosial sebagai himpunan kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, perubahan-perubahan mana kemudian mempengaruhi segi-segi lainnya dari struktur masyarakat.
Menurut Muliadi Nur, dalam artikelnya yang berjudul “Hukum dan Perubahan Sosial”, menjelaskan tentang proses-proses hukum dan perubahan sosial serta hubungan antara hukum dan perubahan sosial.
· Proses perubahan-perubahan sosial.
Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan, secara bersamaan mempengaruhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai, yang kemudian berpengaruh pula terhadap para warga masyarakat. Hal ini dapat merupakan gangguan yang kontinu terhadap keseimbangan dalam masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan-kekecewaan di antara para warga masyarakat tidak mempunyai saluran yang menuju kearah suatu pemecahan. Apabila ketidak seimbangan tadi dapat dipulihkan kembali melalui suatu perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment); apabila terjadi keadaan yang sebaliknya, maka terjadi suatu ketidak sesuaian (maladjustment).
Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian diri lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan penyesuaian diri para warga masyarakat secara individual. Yang pertama menunjuk pada suatu keadaan dimana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan pada kondisi yang tengah mengalami perubahan-perubahan, sedangkan yang kedua menunjuk pada orang-orang secara individual yang berusaha untuk menyesuaikan dirinya pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti, agar supaya yang bersangkutan terhindar disorganisasi kejiwaan.
Di dalam proses perubahan-perubahan sosial dikenal pula saluran-salurannya yang merupakan jalan yang dilalui oleh suatu perubahan, yang pada umumnya merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dalam masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan lembaga terpokok, tergantung pada fokus sosial masyarakat dan pemuka-pemukanya pada suatu masa tertentu. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat, cenderung untuk menjadi sumber atau saluran utama dari perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, oleh karena lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang merupakan suatu konstruksi dengan pola-pola tertentu serta keseimbangan yang tertentu pula. Apabila hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi ditinjau dari sudut aktivitasnya, maka kita akan berurusan dengan fungsinya. Sebenarnya fungsi tersebut lebih penting oleh karena hubungan antara unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu hubungan fungsional.
· Proses perubahan-perubahan hukum
Suatu pertentangan antara mereka yang menganggap bahwa hukum harus mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya dan mereka yang berpendapat bahwa hukum merupakan alat untuk merubah masyarakat, telah berlangsung sejak lama dan merupakan masalah yang penting dalam sejarah perkembangan hukum. Kedua faham tersebut bolehlah dikatakan masing-masing diwakili oleh Von Savigny dan Bentham. Bagi Von Savigny yang dengan gigihnya membendung datangnya hukum Romawi, maka hukum tidaklah dibentuk akan tetapi harus diketemukan. Apabila adat istiadat telah berlaku secara mantap, maka barulah pejabat-pejabat hukum mensyahkannya sebagai hukum.
Sebaliknya, Bentham adalah seorang penganut dari faham yang menyatakan bahwa mempergunakan hukum yang telah dikonstruksikan secara rasionil, akan dapat diadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Suatu teori yang sejalan dengan pendapat Von Savigny, penah dikembangkanoleh seorang yuris Austria yang bernama Eugen Ehrlich. Ehrlich membedakan antara hukum yang hidup yang didasarkan pada perikelakuan sosial, dengan hukum memaksa yang berasal dari negara. Dia menekankan bahwa hukum yang hidup lebih penting daripada hukum negara yang ruang lingkupnya terbatas pada tugas-tugas negara. Padahal hukum yang hidup mempunyai ruang lingkup yang hampir mengatur semua aspek kehidupan bersama dari masyarakat. Dari penjelasannnya di atas jelas terlihat bahwa Ehrlich pun menganut faham bahwa perubahan-perubahan hukum selalu mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya.
Di dalam suatu proses perubahan hukum, maka pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat merubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukm, badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum serta adanya badan-badan yang menjalankan hukum, merupakan ciri-ciri yang terutama terdapat pada negara-negara modern. Pada masyarakat sederhana mungkin hanya ada satu badan yang melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Akan tetapi baik pada masyarakat modern ataupun sederhana, ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum mengalami perubahan-perubahan.
· Hubungan antara hukum dengan perubahan-perubahan sosial
Masyarakat pada hakekatnya terdiri dari berbagai lembaga kemasyarakatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, dan susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi didasarkan pada suatu pola tertentu. Suatu perubahan sosial biasanya dimulai pada suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dan perubahan tersebut akan menjalar ke lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
S.F. Kechekyan (1956) menguraikan suatu gambaran yang cukup lengkap tentang fungsi hukum di Soviet Rusia, di satu fihak ia mengakui bahwa hukum dibentuk oleh negara dimana hukum tersebut merupakan ekspressi keinginan-keinginan elit politik dan ekonomi. Oleh karena itu hukum terikat oleh kondisi-kondisi sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga perubahan-perubahan dalam hukum banyak tergantung pada perkembangan-perkembangan dalam produksi dan hubungan antar kelas dalam masyarakat, akan tetapi di lain pihak dia pun mengakui beberapa peranan hukum yang kreatif, namun sudah barang tentu tidak semua usaha-usaha penggunaan hukum untuk sosial engineering berakhir dengan hasil-hasil yang diingini. Berkenaan dengan di atas Arnold M. Rose berasumsi bahwa efektivitas penggunaan hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat masih terbatas.
5.3 Teori-teori perilaku
· Teori Festinger (Dissonance Theory)
Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan).
Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda / bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.
Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut :
Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance
Dissonance = ---------------------------------------------------------------
Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance
Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.
Contoh : Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak, dengan bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak yang lain, apabila ia bekerja, ia kuatir terhadap perawatan terhadap anak-anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen (argumentasi) ini sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali ini menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.
· Teori Fungsi, Katz
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negative. Contoh; orang ingin mengkonsumsi informasi dari internet, karena internet sudah menjadi kebutuhan bagi orang itu
b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya orang dapat menghindari penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.
Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya bila seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat tanpa berpikir lama ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.
· Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
6. Kerangka pemikiran
Pada hakekatnya suatu masyarakat selalu berevolusi serta survive terhadap perubahan-perubahan zaman. Masyarakat tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek, ilmu pengetahuan misalnya. Berkembangnya ilmu pengetahuan pada masyarakat menimbulkan berbagai macam temuan-temuan dalam bidang teknologi. Temuan-temuan teknologi ini mencakup berbagai teknologi guna membantu/menunjang kehidupan manusia. Teknologi dalam informasi saat ini khususnya berkembang secara pesat ini terlihat dari berbagai macam teknologi-teknologi informasi yang tiap tahunnya selalu mengemas teknologi yang lebih canggih dari sebelum-sebelumnya. Internet merupakan salah satu temuan dari teknologi informasi. Perkembangan dalam dunia internet telah memberikan kontribusi yang besar pada setiap masyarakat. Saat ini pengguna internet mencapai tingkat yang sangat tinggi ini terlihat jelas pada data statistik di atas. Hal ini terjadi karena internet menyajikan informasi-informasi yang sangat besar, serta memberikan fitur-fitur yang dibutuhkan oleh para konsumen.
Hal ini menjadikan internet seperti dunia tanpa batas, yang tiap detiknya selalu memberikan informasi-informasi baru. Maka dari itu banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam dunia internet. Ini terjadi bahwa internet seperti dunia tanpa sensor, banyak fitur-fitur porno yang hadir didalamnya, ataupun informasi-informasi lainya yang bisa memberikan moral yang buruk pada penggunanya. Internet pun bisa menjadi ajang mencari keuntungan secara illegal, seperti transaksi elektronik (e-commerce) dengan menggunakan kartu kredit yang bukan haknya. Banyak sekali hal-hal yang buruk terjadi. Maka dari itu khususnya di Indonesia, pemerintah membuat hukum baru yang menjerat tindakan-tindakan melawan hukum dalam teknologi informasi. Hukum baru tersebut ialah undang-undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Hukum ini mencakup kejahatan-kejahatan dalam dunia siber (cyberspace).
Dengan adanya undang-undang tersebut serta pemahaman terhadap teori perubahan sosial dan perubahan perilaku maka menurut saya akan terjadi sebuah perubahan perilaku yang biasa dilakukan oleh para pengguna teknologi informasi. Hal ini dikarenakan bahwa para pengguna merasa takut terjerat oleh pasal yang berlaku dalam UU RI tersebut. Misalnya : sebelum adanya UU ITE tersebut para pengguna internet dengan bebas membuka fitur-fitur porno, serta mendownload berbagai file yang dianggap dilarang, ataupun para hacker yang selalu berupaya menjebol sistem kemanan suatu lembaga atau perorangan dan banyak lagi hal lainya yang dianggap merugikan. Namun setelah adanya UU ITE yang mencakup hal-hal tersebut maka dengan itu para pengguna internet berhati-hati dalam menggunakan internet.
Dari contoh tersebut maka dugaan sementaranya (hipotesis) adalah bahwa telah terjadi perubahan perilaku pada pemakaian internet setelah pemerintah memberlakukan undang-undang tersebut.Namun tidak semua elemen masyarakat mengetahui isi serta pemahaman dari UU ITE tersebut, maka dari itu pemerintahlah yang harus memberikan sosialisasi terhadap UU tersebut agar semua elemen masyarakat mengetahui serta memahami UU tersebut.
Didasari keingintahuan tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mencari kebenaran atas hipotesis yang telah dibangun dengan fakta yang sebenarnya terjadi pada pemakaian internet.
7. Daftar Pustaka
Muliadi Nur , (2008). http://pojokhukum.blogspot.com/2008/03/hukum-perubahan-sosial.html
Festinger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press.
Widodo, A. (2006) Perilaku Manusia,
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi ke 4. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1990.
Poloma, Margareth. M. Sosiologi Kontemporer. Edisi 1. Cet. ke 6. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Sitompil, Asril. Hukum Internet. Bandung : PT Citra Aditiya Bakti. 2001
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://www.etymonline.com/
http://www.google.co.id/
Diposkan oleh Egi Nugraha di 01:22
Label: Research
Comment
0 Comment:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar