Rabu, 28 Juli 2010

RPM Konten Media Ditentang

Sumber: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/02/100216_multimedialaw.shtml
Tujuan peraturan adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi

Sejumlah media, penyedia layanan serta komunitas pengguna internet menolak Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia di Indonesia.

Rancangan setebal 6 bab dan 32 pasal itu dianggap akan membatasi kebebasan pers dan ekspresi umum, serta mengarah pada pembredelan terhadap media internet sebagaimana praktek Departemen Penerangan dibawah rezim Orde Baru.

Sementara Dewan Pers dalam rapat hari Selasa menyatakan rancangan peraturan tentang konten multimedia ini bertentangan dengan UUD 1945, UU Pers, dan UU Penyiaran.
Badan sensor baru

Ketua Aliansi Jurnalistik Indonesia, AJI, Nezar Patria yang juga wartawam Vivanews.com mengatakan peraturan menteri ini berbahaya dan tidak perlu karena semua yang ingin diatur sudah dicakup dalam beberapa undang-undang.

''Misalnya yang bersangkutan dengan pornografi, kita sudah punya undang undang pornografi,'' kata Nezar Patria dalam wawancara kepada BBC.

''Atau untuk berita-berita yang bermasalah, karena beritanya fiktif atau tidak memenuhi kaidah pemberitaan. Itu kan kita sudah punya undang undang pers."

''Peraturan menteri ini mengatur apa yang sudah diatur undang-ndang lain. Jadi terkesan ada upaya dari Depkominfo untuk menguasai semua persoalan ini.''

Tukar format AV

''Bahayanya adalah lembaga itu kemudian berpotensi menjadi badan sensor baru.''

Menteri Komunikasi dan Informatika Tiffatul Sembiring yang sedang berada di Barcelona, Spanyol untuk sebuah pertemuan, kepada BBC mengatakan rancangan yang disusun kementriannya selaras dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tiffatul menolak kalau peraturan menteri yang akan ia keluarkan itu dianggap akan membatasi kebebasan publik dan pers dengan sensor dan pembredelan.

''Sekarang banyak terjadi konflik. Katakanlah sebagai contohnya penghujatan agama. Kita harus punya alat untuk menyelesaikan persoalan itu.''

''Ketika ada penghujatan dan kami mendapat keluhan ternyata situsnya ada di word press, New York. Kami tak bisa berbuat apa-apa.''

''Dengan peraturan menteri itu kita bisa menyelesaikan dan melakukan tuntutan. Kita bisa menutup ataupun membatasi ISP mereka yang ada di sini,'' ucap Tiffatul Sembiring.
Sesuai undang undang

Tetapi Kementrian Kominfo nampaknya akan menghadapi semakin banyak masalah untuk meloloskan aturan ini karena keberatan juga muncul dari Mahkamah Konstitusi.

Setidaknya suara sejumlah hakim penafsir UUD di MK menilai bila pemerintah berniat membuat peraturan yang akan membatasi amanat UU lain, maka pemerintah harus mengajukan RUU baru, bukan sekedar rancangan peraturan setingkat menteri.

''Peraturan menteri itu merupakan perintah undang undang atau tidak?'' tanya salah seorang hakim Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar.

''Kalau yang mengeluarkan peraturan mengatakan sudah sesuai undang undang ya karena mereka yang mengeluarkan peraturan.''

''Tetapi yang menilai harusnya orang yang terkena dampak peraturan itu,'' tambah Muchtar lagi.

Usulan peraturan kontroversial dari Kementrian Kominfo, sebelumnya pernah juga diramaikan media massa. Tahun lalu muncul rencana untuk menulis aturan penyadapan yang akan dipusatkan pada satu lembaga bentukan pemerintah. Rencana itu dikritik keras termasuk dari kalangan Mahkamah Konstitusi karena dianggap berpotensi melanggar HAM warga negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar